Di luar Bucailleisme: Ilmu Pengetahuan, Kitab Suci & Iman

Tulisan berikut mengkaji berbagai cara orang beriman dalam memahami hubungan antara ilmu pengetahuan dan kitab suci.

Outline:

Bagian I: Memahami “Bucailleisme”
Penolakan Muslim terhadap Bucailleisme
Masalah dengan Bucailleisme
Sejarah Bucailleisme
“Keajaiban Ilmiah” dalam kitab Veda & kitab Lainnya
Meneliti Beberapa Klaim Keajaiban
-Nubuat # 1: Cahaya Bulan adalah Cahaya Pantulan
-Nubuat # 2: Tahapan Perkembangan Embrio
-Nubuat # 3: Komunikasi Semut

Bagian II: Apakah Ilmu Pengetahuan Cocok dengan Kitab Suci?
Penciptaan dan Ilmu Pengetahuan
Urutan Hari Penciptaan
Tumbuhan Sebelum Matahari?
Kosmologi: Bumi Datar atau Bumi Bulat?
– Apakah Bumi datar atau bulat?
– Tiang Penegak Langit
– Tiang di bawah Bumi
– Matahari, Bulan, Bintang, Komet, dan Langit

Bagian III: Sejarah Ilmu Pengetahuan
Siapa yang Menciptakan “Ilmu Pengetahuan”?
Mengapa Zaman Keemasan Berakhir?


 

BAGIAN I

MEMAHAMI “BUCAILLEISME”

“Bucailleisme” (baca: bukaisme) adalah usaha kaum fundamentalis untuk mencari “keajaiban ilmiah” dalam Al-Qur’an—penemuan ilmiah modern yang ramalannya samar-samar dalam Al-Qur’an. Berikut adalah salah satu contoh yang biasa digunakan oleh Zakir Naik:

CAHAYA BULAN ADALAH CAHAYA PANTULAN: peradaban-peradaban sebelumnya meyakini bahwa bulan memancarkan cahaya sendiri. Menurut ilmu pengetahuan sekarang cahaya bulan adalah cahaya yang dipantulkan. Namun fakta ini disebutkan dalam Al-Qur’an 1.400 tahun yang lalu dalam ayat berikut:

“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang

dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.”

(Al-Qur’ān 25:61)

Kata bahasa Arab untuk matahari dalam Al-Qur’an, adalah shams . juga disebut sebagai siraaj … Kata Arab untuk bulan adalah qamar yang dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai muneer yang merupakan benda yang memberikan noor yaitu cahaya pantulan… Ini berarti bahwa Al-Qur’an mengakui perbedaan antara sifat sinar matahari dan sinar bulan.1

Demikian juga, banyak klaim telah dibuat tentang Al-Qur’an meramalkan lubang hitam, embriologi, geologi dan astronomi.

 

Penolakan Muslim terhadap Bucailleisme

Pencarian “keajaiban ilmiah” yang samar-samar dalam Al-Qur’an adalah sebuah kecendrungan yang relatif baru dalam sejarah Islam. Hal ini menjadi terkenal di antara kalangan fundamentalis, tetapi tidak di antara kalangan intelektual Muslim. Teolog Islam terkenal dari India Maulana Ashraf ‘Ali Thanvi (penulis Behesti Jewar) menentang metodologi ini dalam empat hal.2 Demikian juga, banyak ilmuwan Islam terkemuka di universitas-universitas Barat dan Arab yang merasa malu dengan Bucailleisme. Ziauddin Sharkar, dalam buku Explorations in Islamic Science (Penjelajahan dalam Ilmu Pengetahuan Islami) menyebut polemik mukjizat ilmiah sebagai “apologetika (pembelaan iman) terburuk dari yang pernah ada.” Sejarawan Muslim Nomanul Haq dari Penn State University adalah seorang kritikus Bucailleisme terkemuka yang menghubungkan munculnya Bucailleisme dengan adanya “sindrom rendah diri yang mendalam” di kalangan umat Islam yang dipermalukan oleh penjajahan dan berusaha untuk merebut kembali kejayaan ilmiah yang telah pudar.3 Kritikus lainnya adalah Islam Muzaffar Iqbal, presiden Center for Islam and Science (Pusat Islam dan Ilmu Pengetahuan) di Alberta, Kanada.

Cendikiawan Muslim dari Mesir Dr. Khaled Montaser menulis sebuah buku berjudul (وهم الإعجاز العلمى ‘The Lie of Scientific Miracles’ [Dusta Keajaiban Ilmiah] ) yang menentang Bucailleisme, dan mantan Imam besar Al-Azhar Sheikh Mahmud Shaltut juga menentang gagasan keajaiban ilmiah dalam Al-Qur’an.
Ahli teori Muslim terkenal, fisikawan Parvez Hoodbhoy dari Pakistan menulis:

masalahnya dengan klaim seperti ini dalam hal kepemilikan adalah bahwa mereka tidak bisa menjelaskan mengapa mekanika kuantum, genetika molekular, dll, harus ditemukan di tempat lain dahulu. Juga tidak ada ramalan yang dapat diuji yang pernah dibuat. Tidak ada penjelasan mengapa antibiotik, aspirin, mesin uap, listrik, pesawat terbang, atau komputer tidak pertama kali ditemukan oleh Muslim. Tetapi bahkan untuk mengajukan pertanyaan tersebut dianggap menyinggung.4

Filsuf dan fisikawan Muslim Turki Taner Edis menulis:

“Al-Qur’an-Ilmiah [Bucailleisme] adalah menyedihkan, tapi ini disokong juga oleh banyak Muslim. Buccailleisme tidak mewakili Islam sama seperti Institute for Creation Research (Institut Penelitian Penciptaan) tidak mewakili Kristen. Namun, bahkan dengan batasan penting, contoh yang sangat ekstrem seperti saya jelaskan di atas dapat menggambarkan hubungan rancu antara ilmu pengetahuan modern dan Islam ortodoks. Sementara kebanyakan orang beriman cukup senang untuk mengabaikan masalah ini dan menyatakan ilmu pengetahuan cocok sepenuhnya dengan Al-Qu’ran, beberapa cendikiawan mengambil jalan relativisme kognitif, atau bersikeras bahwa ilmu pengetahuan harus dibangun oleh Islam sedemikian rupa sesuai dengan pandangan Islam tentang alam.5

Abu Ammar Yasir Qadhi, pembicara terkenal yang adalah lulusan Yale, menulis dalam An Introduction to the Sciences of the Quran (Sebuah Pengantar tentang Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an) :

“Dengan kata lain, tidak ada makna ilmiah yang terkubur di balik setiap tiga ayat dalam Al-Quran yang menunggu untuk disingkapkan oleh seorang Muslim yang terlalu bersemangat dan berkhayal tingkat tinggi!”6

Mengenai seluruh konsep “Ilmu Pengetahuan Islam,” Dr. Abdus Salam, Pakistan pemenang Nobel fisika menulis:

“Hanya ada satu ilmu pengetahuan yang universal; masalah dan pengandaian dalam ilmu pengetahuan bersifat mendunia dan tidak ada yang namanya ilmu pengetahuan Islam seperti tidak ada yang namanya ilmu pengetahuan Hindu, atau ilmu pengetahuan Yahudi, tidak ada ilmu pengetahuan Konghucu, atau ilmu pengetahuan Kristen.”

 

Masalah dengan Bucailleisme

Masalahnya, Bucailleisme menggambarkan Tuhan sebagai sosok yang lemah dan tidak mampu memberikan pesan yang jelas. Misalnya, jika Tuhan bermaksud untuk menyatakan bentuk bumi, kenapa Dia tidak menurunkan saja sebuah ayat yang berbunyi, “Apakah kamu tidak menganggap bagaimana kami membuat bumi tidak datar, namun sebuah bola, yang berputar mengelilingi matahari? ” Atau jika Tuhan bermaksud untuk meramalkan televisi, Dia bisa dengan jelas mengatakan, “Manusia suatu hari nanti akan menonton gambar di kotak di tempat tinggal mereka.” Sementara di sisi lain Tuhan berbicara dengan sangat jelas! Pertimbangkan Al-Imran ayat 2: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.” Sangat jelas sekali, tidak ada celah untuk berdalih. Jika Tuhan bermaksud supaya ilmu pengetahuan modern ada dalam Al-Qur’an, maka Dia akan sampaikan dengan cara yang sangat jelas sehingga tidak ada celah untuk sanggahan. Ayat-ayat yang disalahgunakan oleh para penganut Bucailleisme adalah panggilan bagi umat manusia untuk mempertimbangkan apa yang jelas-jelas ditunjukkan oleh alam—bahwa Penciptanya baik.

Kedua, Maulana Thanvi memperingatkan bahwa kita membahayakan kebenaran kitab suci jika kita menerapkannya ke teori-teori ilmiah masa kini yang dapat ditolak sepuluh tahun kemudian. Misalnya, Zakir Naik dengan bangga mengatakan bahwa Al-Qur’an dengan jelas menggambarkan Big Bang (meskipun ironisnya Big Bang pertama kali diusulkan oleh seorang pendeta Katolik yang sungguh). Karena masih belum ada dukungan penuh dari kalangan ilmuwan untuk teori Big Bang, apa yang terjadi jika sepuluh tahun kemudian teori tersebut ditolak? Maka para pengikut Bucailleime terpaksa menjadi bertentangan dengan “penemuan” mereka sebelumnya dan harus menemukan ayat baru yang mendukung teori terbaru.

 

Sejarah Bucailleisme

Ironisnya yang pertama kali memulai seluruh tren ini adalah seorang dokter non-Muslim Perancis. Maurice Bucaille, setelah dipekerjakan sebagai dokter keluarga untuk Raja Faisal dari Arab Saudi, menerbitkan sebuah buku berjudul The Bible, the Qur’ān and Science (Alkitab, Al-Quran, dan Ilmu Pengetahuan) di mana ia berpendapat bahwa Al-Qur’an itu dengan ajaibnya bersifat ilmiah, tidak seperti Alkitab. Setelah Bucaille, seorang politikus karismatik Yaman bernama Sheikh Abdul Majeed Zindani memulai ” Commission on Scientific Signs in the Quran and Sunnah (Komite Mukjizat-Mukjizat Ilmiah dalam Quran dan Sunnah) ” yang didanai dengan baik dan berpusat di Arab Saudi. Komite inilah yang menjadi pendukung utama Bucailleisme sedunia. Baru-baru ini, Zakir Naik di India dan Zaghloul El-Naggar di Mesir telah menyebarkan banyak bahan Zindani melalui stasiun televisi keagamaan. Komite Zindani mengundang para ilmuwan Barat ke sebuah konferensi dengan tiket pesawat kelas satu bagi mereka dan istri-istri mereka, kamar di hotel terbaik, imbalan sebesar $1000, dan jamuan makan dengan para pemimpin Muslim — seperti makan malam di istana di Islamabad dengan Presiden Pakistan Mohammed Zia ul-Haq tak lama sebelum kematiannya karena kecelakaan pesawat.7 Zindani berjanji kepada para ilmuwan semuanya bersifat “tidak memihak sama sekali” padahal ia sedang menjebak mereka supaya mengakui ilham ilahi dari berbagai ayat Quran. Zindani menggunakan rekaman video dari konferensi mereka untuk menghasilkan sebuah video bualan bahwa para ilmuwan Barat telah membenarkan adanya ‘keajaiban ilmiah’ dalam Al-Qur’an. Banyak peserta yang kecewa karena sampai tertipu sehingga membuat pernyataan yang membenarkan. Ilmuwan kelautan William Hay berkata, “Saya jatuh ke dalam perangkap dan kemudian memperingatkan orang lain supaya berhati-hati.”8 Sebuah artikel di Wall Street Journal menggambarkan reaksi salah satu peserta konferensi itu:

Gerald Goeringer, seorang ahli embriologi pensiunan dari Georgetown University, mengatakan ia mendesak komite tersebut untuk mencoba pembuktian dengan cara mempekerjakan seorang cendikiawan berdikari untuk melihat apakah mungkin pernyataan-pernyataan Al-Qur’an bisa diambil dari

Aristoteles, filsuf-ilmuwan Yunani yang menuliskan pernyataan yang serupa hampir 1.000 tahun sebelum Al-Qur’an.
Setelah permintaannya ditolak, Goeringer mengatakan, dia berhenti pergi ke konferensi karena takut dikaitkan dengan fanatisme.

“Itu manipulasi bersama,” katanya. “Kami pergi ke berbagai tempat yang sewajarnya kami tidak akan pernah mau pergi. Mereka ingin memberikan nilai tambah kepada apa yang mereka terbitkan agar bisa lebih dihormati.”

Zindani adalah seorang teman dan pembimbing bagi Sheikh Osama bin Laden, yang merupakan salah satu penggemar pertama Bucailleisme dan mendanai ‘penelitian’nya. Dalam buku Zindani tentang Embriologi yang turut ditulisnya, Sheikh Osama bin Laden dinyatakan sebagai sponsor utama. Orang yang paling dicari di dunia telah secara teratur meminta bimbingan Zindani jika tindakan teroris yang direncanakannya sesuai dengan Islam, kata Yossef Bodansky, penulis biografi bin Laden. Hassan A.A. Bahafzallah berkata tentang hubungan Zindani dengan bin Laden, “Yang saya tahu adalah bahwa selama jihad di Afghanistan, Zindani dulu sering pergi mengunjunginya.” Pada tahun 1995 Zindani mengundurkan diri dari Komite tersebut dan sekarang ini menjadi penasihat untuk sebuah negara bagian Islam di Yaman.

 

“Keajaiban Ilmiah” dalam Kitab Veda & Sastra Lainnya

Pencarian untuk ramalan samar-samar tentang ilmu pengetahuan modern dalam kitab suci tidak terbatas pada Islam saja, kita menemukan hal yang serupa dalam agama Hindu. Menurut beberapa kaum fundamentalis Hindu, Veda meramalkan quark (dalam ilmu fisika), teori partikel dan mekanika kuantum. The Wisdom of the Vedas (Kebijakan KItab-Kitab Veda) oleh JC Chatterji menyatakan beberapa ramalan yang telah diklaim oleh kaum fundamentalis Hindu. Metodologi ini sama dengan Bucailleisme dan meskipun agama dan kitabnya berbeda, hasilnya sama.

Di luar lingkaran agama, Bucailleisme sama sekali tidak dihargai. Salah seorang kritikus telah menyusun sebuah parodi lucu tentang “menemukan” keajaiban ilmiah samar-samar yang serupa dalam puisi Virgil, Georgica . Menggunakan penalaran yang sama dengan Bucaille dan Naik, ia mendapatkan keajaiban ilmiah satu demi satu hanya dalam beberapa baris pertama dari puisi Virgil.

 

Meneliti Beberapa Klaim Mukjizat

Jika kita mengkaji semua contoh klaim mukjizat ilmiah Alquran, maka terbukti klaim tersebut tidak kuat. Kami TIDAK sedang menyerang Al-Qur’an, kami hanya membongkar penyalahgunaan Al-Qur’an di masa kini. Bahayanya membongkar atau menyanggah mukjizat Al-Qur’an adalah bahwa banyak muslim salah mengartikannya sebagai serangan terhadap Al-Qur’an, padahal bukan. Inilah sebabnya mengapa Maulana Thanvi memperingatkan supaya jangan mencari keajaiban dalam Al-Qur’an, karena jika ‘keajaiban’ itu terbukti salah, orang tersebut mungkin akan menolak Al-Qur’an.

 

Ramalan # 1: Cahaya Bulan Adalah Cahaya Pantulan

Marilah kita mulai dengan ramalan tentang bulan yang ditunjukkan di atas oleh Zakir Naik:

CAHAYA BULAN ADALAH CAHAYA YANG DIPANTULKAN: peradaban-peradaban sebelumnya meyakini bahwa bulan memancarkan cahayanya sendiri. Ilmu pengetahuan modern menyatakan bahwa cahaya bulan adalah cahaya yang dipantulkan. Namun fakta ini disebutkan dalam Al-Qur’an 1.400 tahun yang lalu dalam ayat berikut:

“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang,

dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.”

(Al-Qur’ān 25:61)

Kata matahari dalam bahasa Arab dalam Al-Qur’an adalah syams . Matahari juga disebut sebagai siraaj yang berarti ‘obor’ atau sebagai wahhaaj yang berarti ‘lampu yang berkobar’ atau sebagai diya yang berarti ‘kemuliaan yang bersinar’. Ketiga deskripsi tersebut sesuai dengan matahari, karena matahari menghasilkan panas yang kuat dan cahaya dengan pembakaran di dalamnya. Kata bahasa Arab untuk bulan itu qamar dan dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai muneer yang merupakan benda yang memberikan noor yaitu cahaya yang dipantulkan. Sekali lagi, deskripsi Al-Qur’an sangat cocok dengan sifat bulan sebenarnya yang tidak mengeluarkan cahayanya sendiri dan hanyalah benda pasif yang memantulkan sinar matahari. Tidak sekali dalam Al-Qur’an, bulan yang disebutkan sebagai siraaj , wahhaaj atau diya atau matahari sebagai noor atau muneer . Ini berarti bahwa Al-Qur’an mengakui perbedaan antara sifat sinar matahari dan sinar bulan.9

Masalah utama dengan dalih Naik adalah bahwa nūr (نُور) hanya berarti “cahaya”, sama sekali tidak ada makna “yang dipantulkan” dari kata tersebut dalam kamus atau leksikon bahasa Arab mana saja. Jika, demi dalih ini, kita menyetujui makna baru buatan Naik, maka Allah yang menyandang gelar an-Nūr, hanyalah “memantulkan cahaya”, sementara Muhammad, yang disebut “lampu” (sirāj) yang memancarkan cahaya” dalam Surat 33:46 adalah sumber cahayanya. Jadi terdengar agak menghujat.

Selain itu, telah diketahui setidaknya seribu tahun sebelum Muhammad bahwa cahaya bulan itu adalah cahaya pantulan. Ketika Aristoteles (384-322 SM) mendiskusikan bentuk bumi, ia membuktikan bentuk bulat bumi dengan menyatakan bahwa saat gerhana bulan bayangan bumi terlihat di bulan. Berabad-abad sebelum Muhammad (saw), orang-orang Yahudi tahu bahwa bulan “meminjam cahaya” dari matahari (Philo, abad ke-1), dan “cahaya bulan pasti berasal dari cahaya matahari” ( Midrash Hagadol , pertengahan abad ke-1).

Naik berusaha untuk menghindari kesimpulan ini dengan membagi Allah menjadi dua bagian: 1) cahaya Siraaj, dan 2) lubang ‘pemantul’ yang memantulkan ‘Allah bagian 1’ (Siraaj) dan menghasilkan nur (nauzubillah!). Dia membuat gagasan aneh ini berdasarkan penafsiran ulang ayat lampu (Qs 24:35). Penafsirannya benar-benar bertentangan dengan penafsiran semua sahabat nabi (Ibnu ‘Abbas, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’b, dll), yang semuanya memaknai dengan benar kata lubang dan kaca sebagai hati orang percaya di mana cahaya iman berkobar. Tak satu pun dari para sahabat pernah memiliki keberanian membagi Allah menjadi dua bagian yang terpisah, salah satu bagiannya sumbu terbakar dan bagian lainnya lubang yang memantulkan. Tafsir Zakir Naik jelas salah dan gagasannya menghujat Allah.

 

Ramalan # 2: Tahapan dari Embrio

Dr Maurice Bucaille & Dr Keith L. Moore telah menyebarkan gagasan bahwa Al-Qur’an secara ajaib meramalkan pemahaman modern kita tentang tahapan perkembangan embrio:

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Surat Mu’minun 23:12-14)

Jadi kita menemukan lima tahap berikut diuraikan dalam Al-Qur’an ini:

1. Nutfa (نُطْفَه) – sperma

2. ‘alaqa (عَلَق) – gumpalan

3. Mudagha (مُضْغَه) – sepotong atau segumpal daging

4. ‘adaam (عَظَمَ) – Membungkus tulang dengan otot

Konon katanya karena tahapan ini baru ditemukan pada abad terakhir, perkiraan ilmiah yang terdapat dalam Al-Qur’an pastilah bersumber dari Tuhan. Namun, karena ‘gumpalan darah’ tidak bisa digambarkan sebagai salah satu tahapan embrio mana pun juga, maka Bucaille pun menciptakan makna baru bagi kata ‘ alaqa (عَلَق) yaitu “yang menempel” atau “zat yang berbentuk seperti lintah”.

Ada banyak masalah dengan argumen ini:

1. Sejarah menunjukkan bahwa tahapan-tahapan ini bukannya tidak diketahui pada masa Muhammad, bahkan sebenarnya pengetahuan yang cukup umum pada masa itu. Tulisan-tulisan orang Yunani seperti Hippocrates, Aristoteles dan Galen semua memberikan tahap perkembangan yang sama: sperma, darah haid, daging, tulang, lalu pertumbuhan daging di sekitar tulang. Ilmu pengetahuan dari Yunani ini terkenal di seluruh Saudi, dan sahabat Muhammad, Haris ibnu Kalada, pernah belajar kedokteran di Jundi-Shapur oleh karenanya secara mendalam mengenal ajaran kedokteran dari Aristoteles, Hippocrates dan Galen.2. Kedua, kata ‘alaqa (عَلَق) sama sekali tidak berarti “lintah” seperti terlihat dalam sejarah penerjemahan Al-Qur’an, artinya ‘gumpalan’, yang cocok dengan tahapan dalam ilmu pengetahuan Yunani kuno tetapi tidak cocok dengan ilmu pengetahuan modern. Baik Ibnu Sina maupun Ibnu Qayyim memahami ‘alaqa sebagai gumpalan darah, seperti semua penerjemah dari empat belas ratus tahun yang lalu hingga saat ini.3. Ketiga, embriologi modern menunjukkan bahwa massa otot (tahap 5 di atas) muncul sebelum tulang muncul (tahap 4 di atas). Tulang bukannya “dibungkus dengan daging”, melainkan, tulang mulai muncul dan mengeras di dalam massa otot yang sudah ada.4. Sebuah Hadis Sahih dari Bukhari dan Muslim menjelaskan lebih lanjut tahap perkembangan embrio dalam Al-Qur’an, dikatakan bahwa tiga tahap pertama semua berlangsung selama empat puluh hari.10 Bahkan Dr Bucaille terpaksa untuk mengakui, “Penjelasan tersebut tidak sesuai dengan yang pengetahuan modern.”115. Zakir Naik mengutip dokter kandungan Barat Dr Joe Leigh Simpson untuk mendukung “keajaiban” ilmiah ini. Namun, Dr Simpson belakangan menyatakan kutipan yang di luar konteks ini adalah “konyol dan memalukan.”12

 

Ramalan # 3: Komunikasi Semut

Dr Zakir Naik melihat sebuah keajaiban ilmiah dalam kutipan berikut:

“Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan). Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari” [Al-Qur’ān 27:17-18]

(Zakir Naik:) Di masa lalu, beberapa orang mungkin akan mengejek Al-Qur’an, menganggapnya sebuah buku dongeng di mana semut berbicara satu sama lain dan bertukar pesan yang rumit. Namun baru-baru ini penelitian menunjukkan kepada kita beberapa fakta tentang gaya hidup semut, yang tidak diketahui manusia sebelumnya.13

Menyadari bahwa semut berkomunikasi bukanlah suatu hal yang luar biasa, bahkan anak berusia sepuluh tahun yang paling ingin tahu menyadari hal ini dengan akal sehatnya.

Naik tidak mengutip konteks yang lebih luas dari cerita ini, di mana Salomo juga membahas hal politik dan gaib dengan burung Hoopoe dan Ifrit juga. Tuhan pasti bisa saja memberikan burung dan semut kemampuan untuk membahas tentang kerajaan yang jauh dengan suatu keajaiban, tetapi konyol sekali jika menyebutnya ‘ilmiah’.

BAGIAN II

APAKAH ILMU PENGETAHUAN COCOK DENGAN KITAB SUCI?

Beberapa Muslim dan Kristen suka berdebat soal Kitab Suci yang mana yang lebih cocok dengan ilmu pengetahuan modern. Kita tahu bahwa Tuhan yang menciptakan hukum dan tatanan alam adalah Tuhan yang sama yang mengungkapkan kitab suci, sehingga harus ada kesepakatan antara keduanya. Namun, baik Alkitab dan Al-Qur’an mengandung bagian-bagian tertentu yang sepertinya bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Ironisnya, bagian-bagian yang paling bermasalah secara ilmiah ditemukan baik di Alkitab maupun di Al-Qur’an:

Mujizat dalam Alkitab & Al-Qur’an yang Jelas: – Usia Nabi Nuh sampai 950 tahun- Kelahiran Isa Al-Masih dari perawan- Isa Al-Masih membangkitkan orang mati- Isa Al-Masih menyembuhkan orang buta– Jin, setan dan malaikat – semua kitab suci berbicara tentang keberadaan makhluk gaib yang kadang-kadang mengambil rupa dan nampak kepada manusia.

– Akhirat —Gagasan bahwa manusia yang sudah membusuk dan terurai dapat terbentuk kembali menjadi orang yang lebih rohaniah setelah dibangkitkan tampaknya mustahil untuk ilmu pengetahuan, namun kita percaya bahwa Sang Pencipta memiliki kekuatan ini.

Orang beriman yang tulus tidak akan memungkiri masalah sesukanya, melainkan mencari penjelasan yang masuk akal dan mengkajinya dengan kerendahan hati. Jika kita jujur, kita harus mengakui bahwa ini adalah masalah yang membingungkan. Namun seperti yang akan kita lihat, ada bukti yang masuk akal bahwa Alkitab cocok dengan ilmu pengetahuan jika dipahami dengan benar.

 

Penciptaan dan Ilmu Pengetahuan

Pengkritik seperti Zakir Naik telah menuduh bahwa Alkitab mengajarkan penciptaan dalam hitungan satu hari = 24 jam secara harafiah, sementara Al-Qur’an mengajarkan penciptaan dalam enam hari sebagai kiasan. Ini jelas tidak benar.

Ada dua aliran pemikiran yang mencocokan kisah penciptaan dalam kitab Kejadian dengan pandangan bumi yang tua. Keduanya tidak mencoba untuk “menafsirkan” ulang kitab Kejadian agar sesuai dengan ilmu pengetahuan modern, karena pemikiran ini didasari oleh para penafsir yang hidup sebelum penemuan ilmiah modern tentang bumi yang tua.

Pandangan Pertama tentang Kitab Kejadian: Penafsiran Hari-Masa

Kata Ibrani yang digunakan untuk ‘hari’ dalam Kejadian 1 adalah yôm (Ibrani יום), kata yang sama yang digunakan oleh Al-Qur’an untuk menggambarkan Penciptaan dalam enam “hari” ( يَوْم yaum ). Dalam kedua bahasa, yôm ini juga bisa berarti banyak: jangka waktu 12 jam, jangka waktu 24-jam, atau jangka waktu yang tidak terbatas.14 Selanjutnya, kita membaca dalam Alkitab bahwa “di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari.” (Injīl, 2 Petrus 3:8, juga Zabur 90:415). Selain itu, kata-kata Ibrani yang digunakan dalam Kejadian untuk ‘pagi’ (בקר) dan malam (ערב) juga bisa masing-masing hanya berarti ‘awal yôm ‘ dan ‘akhir yôm ,’ 16 sama seperti kita menggunakan istilah ‘fajar sejarah dunia’ atau ‘di usia senja seseorang’. Jelas bahwa penulis kitab Kejadian tidak bermaksud matahari terbit dan terbenam secara harafiah, karena ia menggunakan istilah tersebut hanya untuk menandai tiga masa yôm sebelum matahari diciptakan.17

Mungkin alasan yang paling bisa diterima akan keabsahan penafsiran masa penciptaan yang lebih panjang adalah kenyataan bahwa sebagian besar cendikiawan Kristen awal-awal sampai tahun 400 mengajarkan secara jelas bahwa hari-hari penciptaan dalam kitab Kejadian adalah masa waktu yang lebih panjang (seperti seribu tahun per yôm ).18 Penafsiran ini telah ada lebih dari seribu tahun sebelum ilmu pengetahuan modern, pada masa tidak ada alasan ilmiah untuk percaya pada masa penciptaan yang panjang.

Sebaliknya, sumber teologis islam yang absah, Hadis sahih , menunjukkan bahwa Muhammad memahami hari penciptaan Alquran secara harfiah sebagai hari dalam seminggu—Sabtu, Minggu, Senin, dll:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memegang tangannya, lalu beliau bersabda: ‘Allah Azza wa Jalla menjadikan tanah pada hari Sabtu, menancapkan gunung pada hari Ahad, menumbuhkan pohon-pohon pada hari Senin, menjadikan bahan-bahan mineral pada hari Selasa, menjadikan cahaya pada hari Rabu, menebarkan binatang pada hari Kamis, dan menjadikan Adam ‘Alaihis Salam pada hari Jum’at setelah ashar, yang merupakan penciptaan paling akhir yaitu saat-saat terakhir di hari jum’at antara waktu ashar hingga malam.”19

Banyak penafsir Muslim awal-awal memiliki pandangan yang sama, At-Thabari mencatat penceritaan oleh Ibnu Abbas:

Orang-orang Yahudi mendatangi Rasulullah dan bertanya kepadanya tentang penciptaan langit dan bumi. Rasulullah berkata, “Allah menciptakan bumi pada hari Ahad dan Senin. Allah menciptakan gunung-gunung pada hari Selasa dan apa yang ada padanya dari manfaat. Dan pada hari Rabu Allah menciptakan pepohonan, air, kota-kota, kemakmuran dan kerusakan. Ini empat hari”. Kemudian berkata, “”Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam. Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya” (QS. Fushshilat: 9-10), bagi orang yang bertanya”. Kemudian berkata, “Dan Allah menciptakan langit pada hari Kamis dan pada hari Jum’at menciptakan bintang-bintang, matahari, bulan dan para malaikat sampai tersisa tiga jam dari hari itu.20

Karena hadits sahih adalah sumber yang sah dalam penafsiran Al-Qur’an, kita harus percaya bahwa, bertentangan dengan Zakir Naik, Al-Qur’an mengajarkan hari penciptaan dengan jangka waktu 24 jam.

Beberapa orang mungkin keberatan karena dalam Alkitab urutan enam hari penciptaan seperti satu minggu kerja, maka pastilah hari yang dimaksud adalah jangka waktu 24-jam. Memang benar bahwa satu minggu penciptaan dibandingkan dengan satu minggu kerja (Kel. 20:11). Namun, tidak jarang dalam Taurat terdapat perbandingan lurus satu dengan lainnya. Misalnya, Tuhan merujuk empat puluh tahun pengembaraan umat Israel di padang gurun dengan empat puluh hari ketidaktaatan (Bilangan 14:34). Atau dalam Daniel 9:24-27, 490 hari mewakili 490 tahun.

Pandangan Kedua tentang Kitab Kejadian:
Kerangka Penafsiran Harafiah

Banyak cendikiawan ternama menafsirkan kitab Kejadian sebagai sebuah puisi peggambaran yang yang tidak dimaksudkan untuk ditafsirkan dengan harafiah dan kaku atau secara kronologis, karena jelas strukturnya bersifat puitis dengan gambaran utama yang bersifat teologis:

Hari Pembentukan:
Hari Pengisian:
Hari 1: “terang” (ayat 3) Hari 4: “cahaya-cahaya” (ayat 14) Hari 2: “cakrawala & lautan” (ayat 7) Hari 5: “burung & makhluk laut” (ayat 21) Hari 3a: “daratan yang kering” (ayat 9) Hari 6: “ternak” (ayat 24)”manusia” (ayat 26) Hari 3b: “tetumbuhan” (ayat 11) Hari 6: pemberian “tanaman hijau” (ayat 30)

Dalam pandangan ini, ‘hari’ diartikan sebagai struktur sastra puitis bergaya kiasan. Alkitab seharusnya ditafsirkan sesuai dengan kebiasaan bahasa dan budaya asli, dan kita tahu bahwa adalah biasa bagi sastra Yahudi untuk mengatur ulang peristiwa menurut kepentingan teologis bukan menurut urutan kronologis. Injil Matius adalah contoh yang jelas—urutan kejadian kehidupan Isa Al-Masih yang sengaja disusun kembali sesuai dengan pengelompokan teologis, meskipun bahasa yang menampilkan urutan waktu masih digunakan. Hal ini tampaknya aneh untuk kebiasaan budaya dan sastra kita, tapi cocok dengan kitab berlatar belakang Ibrani.

Jika kita menuntut urutan kronologis yang kaku untuk kisah penciptaan dalam Alkitab, maka timbul juga masalah bagi Al-Qur’an. Jika kita menjumlahkan hari penciptaan Surat 41:9-12 kita mendapatkan delapan hari (2 +4 +2), sementara di tempat lain di Al-Qur’an dikatakan bahwa penciptaan waktu adalah enam hari (Qs 7:54, Qs 10:3, Qs 11:7, dan Qs 25:59). Kita tidak bisa selalu menafsirkan Alkitab secara berurutan.

 

Urutan Penciptaan dalam Kitab Kejadian

Para pengkritik sering menyanggah urutan Penciptaan, seperti bagaimana ‘siang’ dan ‘malam’ ada sebelum matahari dan bulan, atau tumbuhan sebelum matahari. Penafsiran terhadap Kejadian yang berikut ini akan menghilangkan semua kesalahpahaman ini.

Pada dasarnya, perspektif atau ‘sudut pandang’ yang menjadi dasar ayat pertama dari kitab Kejadian pasal satu adalah permukaan air di bumi, di mana manusia akan ditempatkan di akhir penciptaan.

Tahapan penciptaan digambarkan dari sudut padang itu, bukan dari sudut pandang seorang pengamat rekaan di luar angkasa. Mendapatkan sudut pandang atau perspektif yang tepat akan menghilangkan banyak kesalahpahaman tentang urutan penciptaan.21

‘Yom’ Pertama: “. .. Berfirmanlah Tuhan: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi. Tuhan melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. Dan Tuhan menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.” (ayat 3-5)

Ilmu Pengetahuan Modern: Menurut Kitab Kejadian:
Penciptaan (14 miliar tahun lalu) menurut teori yang pada umumnya diterima, teori Big Bang: “Pada mulanya, Tuhan menciptakan langit dan bumi.” (ayat 1) Kondisi awal Bumi: (4,5 miliar tahun yang lalu) Menurut ilmu pengetahuan saat itu, atmosfer purba bumi dan puing-puing antarplanet dalam tata surya mencegah cahaya Matahari, Bulan, dan bintang-bintang untuk mencapai permukaan laut bumi yang kacau dan tidak layak untuk kehidupan. “Bumi belum berbentuk dan kosong, gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Tuhan melayang-layang di atas permukaan air.” (ayat 2) TAHAPAN DARI KETIDAKTERATURAN HINGGA KETERATURAN Tahap Satu: Pembersihan Sebagian Atmosfir (4,5-3000000000 tahun yang lalu) Pembersihan dari serpihan antarplanet dan perubahaan sebagian atmosfer bumi sehingga cahaya dari benda-benda langit sekarang menembus ke permukaan laut di bumi. Tahap Dua: Pemisahan Atmosfir / Samudera (3-2 miliar tahun yang lalu)Pembentukan uap air di lapisan troposfer dalam kondisi yang membentuk siklus air yang stabil. ‘Yom’ Kedua: “Maka Tuhan menjadikan cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian.” (Ayat 7) Tahap Tiga: Benua, Tanaman (2 M-650 juta tahun yang lalu) Pembentukan massa tanah menjadi benua dan cekungan laut, dan pengembangan organisme awal dan tanaman hidup. ‘Yom’ Ketiga: “…Berfirmanlah Tuhan: “Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering.” Dan jadilah demikian. Lalu Tuhan menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamai-Nya laut. Tuhan melihat bahwa semuanya itu baik.” (Ayat 9-10) Tahap Empat: Matahari & Bulan Terlihat (650-600.000.000.000 tahun yang lalu) Perubahaan dari atmosfer yang tadinya hanya tembus cahaya hingga tembus pandang. Matahari, bulan, planet, dan bintang-bintang sekarang dapat dilihat dari sudut pandang permukaan bumi sebagai objek yang berbeda-beda. ‘Yom’ Keempat : “Maka Tuhan menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga bintang-bintang.” (Ayat 16) Tahap Lima: Kehidupan Hewan Dimulai (600-200.000.000.000 tahun yang lalu).Perkembangan sekumpulan binatang laut kecil. ‘Yom’ Kelima : “Berfirmanlah Tuhan: “Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup, dan hendaklah burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala.” (ayat 20) Tahap Enam: Hewan Pelik Berkembang(600-200.000.000.000 tahun yang lalu)Perkembangan mamalia dan munculnya Homo Sapiens. ‘Yom’ Keenam: “Hendaklah bumi mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup…, Berfirmanlah Tuhan: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” (ayat 24, 26).

Geologic Timeline of Creation

Kisah penciptaan baik dalam Al-Qur’an maupun Taurat memiliki beberapa urutan yang sama-sama membingungkan. Dalam Surat 41:9-12 kisah utama penciptaan Al-Qur’an tampaknya menempatkan penciptaan tujuh langit setelah hari diciptakannya bumi. Surat Baqarah ayat 29 menunjukkan hal yang sama:

“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Jadi kita melihat masalah yang serupa dalam hal urutan waktu penciptaan dalam Al-Qur’an. Ini tidak berarti Al-Qur’an salah, melainkan hanya berarti bahwa kita tidak selalu bisa menafsirkan ayat-ayat begitu saja secara harafiah.

 

Tetumbuhan sebelum Matahari?

Naik menyanggah kitab Kejadian karena dianggap mengajarkan bahwa tetumbuhan ada sebelum matahari, yang tampaknya secara ilmiah tidak mungkin. Meskipun penjelasan di atas menjawab sanggahan Naik, namun menurut Sahih Muslim22 dan At-Thabari mengenai urutan penciptaan dalam Alquran, tetumbuhan ada dua hari sebelum matahari diciptakan. Diagram di atas yang menunjukkan urutan periode penciptaan menurut Taurat menjelaskan bahwa cahaya (yang muncul pada hari pertama) telah menembus atmosfer dari sebelum tahap ini, namun matahari atau bulan belum bisa dilihat dengan jelas. Jadi fotosintesis bisa terjadi dan tanaman bisa berkembang, yang pada gilirannya menimbulkan oksigen dan membersihkan atmosfer. Dr Robert C. Newman (Ph.D. dalam Astrofisika Teoritis dari Cornell University) menyimpulkan bahwa

“Tetumbuhan adalah penyebab langsung dari munculnya oksigen di atmosfer dan menghilangnya awan berat yang menutupi.”23


KOSMOLOGI:

BUMI DATAR ATAU BULAT?

Ancient Cosmology

Diagram 1: Pandangan kuno tentang alam semesta

Sebelum Copernicus, kebanyakan peradaban melihat bumi kira-kira seperti yang ditunjukkan dalam diagram di atas. Namun, Aristoteles (384-322BC) dan Ptolemy (abad ke-2 Masehi) telah menyimpulkan bahwa bumi itu bulat, dan Aristarkhus (sekitar 280 SM) menyatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari.

Diagram 2: Gambar ini dibuat oleh ‘Umar bin Muzaffar Ibnu al-Wardi dan diterbitkan dalam Kharidat al-‘Aja’ib wa al-Faridat Ghara’ib. (The Pearl of Wonders and the Uniqueness of Strange Things [Mutiara-Mutiara Keajaiban dan Keunikan Hal-Hal Aneh]). Akhir abad ke-17.

Ajaib al-Makhluqat

Diagram 3: Dari Ajaib al-Makhluqat (Keajaiban Penciptaan) oleh seorang penulis Persia Zakariya Qazwini (w. 1283 atau 1284).

Egyptian Cosmology

Diagram 4: gambaran Mesir kuno mengenai alam semesta

 

Apakah Bumi datar atau bulat?

“Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam…” (Luqman 31:29)

Naik menjelaskan bahwa ayat di atas secara ajaib mengajarkan bumi bulat, karena hanya jika bumi itu bulat, barulah siang bisa secara bertahap menjadi malam. Bahkan, Al-Qur’an sebenarnya hanya menyatakan apa yang menjadi rahasia umum, bahwa siang itu tidak langsung menjadi malam. Untuk lebih mendukung klaimnya, Naik menggunakan ayat:

“Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.” (Qs 79:30)

Naik kemudian melakukan apa yang sering dia lakukan untuk membuktikan pendapatnya, ia menciptakan sendiri makna baru untuk kata-kata dalam bahasa Arab. Kata-kata yang telah telah lama dikenal dan diterima maknanya selama ratusan tahun tiba-tiba diberikan arti baru tanpa alasan lain selain untuk membuktikan klaim Naik tentang keajaiban ilmiah. Surat 79:30 selalu diterjemahkan sebagai “menghamparkan”. Namun, Naik berpendapat bahwa kata terakhir dahaha (دَحَهَا) tidak berarti “menghamparkan” melainkan “telur burung unta”, sehingga ia menerjemahkan ayat ini sebagai berikut, “Dan bumi , terlebih lagi, dibentuk-Nya seperti telur.”

Tidak ada kamus Arab yang terpercaya yang menyatakan دَحَهَا berarti “telur burung unta.” Sebelum dua dekade terakhir, sebelum masa Bucailleisme, tidak ada cendekiawan Arab yang pernah menerjemahkan ayat tersebut seperti itu, termasuk ulama seperti Yusuf Ali, Pickthall, Shakir, Asad, dan Dawood yang telah mengabdikan hidup mereka untuk menerjemahkan dengan benar ayat-ayat ini. Siapa yang akan kita dengarkan-seorang sarjana Alquran berbahasa arab yang sungguh, atau pendakwah televisi yang disponsori Saudi seperti Zakir Naik? Seperti ditunjukkan Abdul Rahman Lomax, pemaknaan ulang “seperti telur” adalah “omong kosong”, karena bumi adalah kebalikan dari bentuk telur; mengecil di ujung-ujungnya (oblate spheroid) bukannya memanjang (oval).

Terlepas dari upaya Naik itu, beberapa bagian dalam Al-Qur’an telah sejak dulu ditafsirkan untuk menunjukkan bumi datar. Seperti berikut:

“Dan bumi – Kami telah menghamparkan bumi (seperti karpet) …” (Al-Hijr 15:19)

“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?” (Al-Naba 78:6)

“Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun? Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh…” (Qaaf 50:6-7)

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (Al-Ghasiyah 88:17-20)

Tafsir terkenal dari Al-Jalalain tentang ayat ini berbunyi,

“Seperti firman-Nya sutihat , ‘dihamparkan’, secara harafiah ini menunjukkan bahwa bumi itu datar, yang merupakan pendapat kebanyakan ulama Syaria, dan bukan bulat seperti pendapat para astronom …”

Demikian pula, teolog terkemuka Mesir Shafi’ie Imam al-Suyuti juga mengajarkan bahwa bumi itu datar.

Kendati semua ayat-ayat di atas, Naik malah menyerang Alkitab dengan menuduh Alkitab mengajarkan bumi datar seperti dalam Daniel 4:10-12,

“Adapun penglihatan yang kudapat di tempat tidurku itu, demikian: di tengah-tengah bumi ada sebatang pohon yang sangat tinggi; pohon itu bertambah besar dan kuat, tingginya sampai ke langit, dan dapat dilihat sampai ke ujung seluruh bumi…dan segala makhluk mendapat makanan dari padanya.”

Naik sepenuhnya mengabaikan (atau menyembunyikan) fakta bahwa bagian ini hanya mengutip bagaimana seorang raja kafir mencoba menggambarkan mimpinya yang membingungkan. Raja Nebukadnezar mungkin saja berpikir bumi itu datar. Atau seperti kebanyakan mimpi, mimpinya mungkin menampilkan gambaran yang berbeda dengan kenyataan, atau malah dia mungkin telah salah dalam menggambarkan mimpinya. Apapun alasannya, bagian ini tentu tidak bisa digunakan untuk menunjukkan bahwa Alkitab mengajarkan bumi datar. Naik juga menggunakan penglihatan lain yang dihasilkan oleh Iblis selama pencobaan Isa Al-Masih, di mana…

“Kemudian ia membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan dalam sekejap mata ia memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia.” (Lukas 4:5)

Menurut Naik, ini berarti bahwa Alkitab mengajarkan bumi datar. Pada kenyataannya, itu adalah penglihatan seketika yang ajaib. Kalau begitu kita juga seharusnya mempertanyakan penjelasan ilmiah untuk Mi’raj, bagaimana Muhammad bisa mengendarai kuda bersayap ke Yerusalem, ke surga dan kembali dalam satu malam.

Akhirnya, Naik juga menggunakan ayat berikut sebagai “bukti” ajaran bumi datar dalam Alkitab:

Ia akan menaikkan suatu panji-panji bagi bangsa-bangsa, akan mengumpulkan orang-orang Israel yang terbuang, dan akan menghimpunkan orang-orang Yehuda yang terserak dari keempat penjuru bumi. (Yesaya 11:12)

Kata yang diterjemahkan sebagai ‘penjuru’ adalah ‘kanaph’ (כּנף), yang juga diterjemahkan “ujung/pinggir”, “kuartal”, “perbatasan”, “berakhir”, atau bahkan “sayap.” Bahkan masyarakat kuno yang percaya bumi itu datar mengira bentuk bumi itu seperti lempengan CD, yang tidak akan cocok dengan penggambaran Alkitab di sini. Tetapi masyarakat kuno memang mengerti empat mata angin utama, yaitu utara, selatan, timur dan barat, sehingga inilah tafsir yang paling masuk akal dari empat ‘kanaph’ . Cukup jelas bahwa itu adalah ungkapan untuk empat arah mata angin (utara, selatan, timur, barat). Ironisnya, bahkan pengkritik Alkitab Ahmed Deedat (pendahulu Naik itu) sengaja menggunakan ungkapan umum ini, dia mengatakan: “Ke empat penjuru dunia.”24

Jadi, kita melihat terlepas dari semua upaya Naik ini, tidak ada ayat dalam Alkitab yang mengatakan bumi itu datar. Sebaliknya, karena dalam bahasa Ibrani kuno tidak memiliki kata untuk ‘bola’ (lingkaran tiga dimensi), ‘lingkaran’ adalah kata terdekat yang dapat digunakan untuk menggambarkan bumi. Istilah “lingkaran” ini digunakan berulang kali dalam Alkitab untuk menggambarkan bumi (lihat Yesaya 40:22, Ayub 26:10, Amsal 8:27).

 

Tiang Penegak Langit

Al-Qur’an tidak secara jelas menolak keberadaan tiang, namun mengatakan dalam sejumlah ayat bahwa tiang-tiang tersebut tidak terlihat oleh mata manusia:

“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang yang kamu lihat.” (Al-Ra’d 13:2, juga Luqman 31:10)

Tafsir Ibnu Katsir tentang ayat ini berbunyi,

“Tiang memang ada, tetapi kita tidak dapat melihatnya,” menurut Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Al-Hassan, Qatadah, dan beberapa ulama lainnya.”

Ada juga satu ayat dalam Alkitab yang juga berbicara tentang tiang, yang disalahartikan oleh pengkritik untuk mengkritik kosmologi Alkitab:

Tiang-tiang langit bergoyang-goyang, tercengang-cengang oleh hardik-Nya. (Ayub 26:11)

Kitab Ayub adalah tulisan sastra mengenai Kebijaksanaan dan menggunakan metafora yang luas, gaya bahasa yang melebih-lebihkan dan gambaran puitis. Kita tahu bahwa Ayub tidak benar-benar percaya secara harafiah bahwa langit memiliki tiang, karena hanya beberapa ayat sebelumnya ia berkata:

Tuhan membentangkan utara di atas kekosongan, dan menggantungkan bumi pada kehampaan. (Ayub 26:7)

Ayub tidak hanya tahu bahwa langit dibentangkan di atas kekosonan, tetapi ia juga tampaknya tahu bahwa seluruh bumi tergantung di kehampaan, yang nampak luar biasa canggih untuk sebuah tulisan kuno. Jika para pengkritik bahkan tidak mau menerima bukti-bukti ini, mereka harus diingatkan bahwa Ayub didera oleh Tuhan pada akhir kisah ini karena beranggapan dia tahu semua tentang ciptaan (Ayub 38:1-4). Ayub kemudian bertobat, dan Tuhan menjunjung Ayub karenanya.

 

Tiang di bawah Bumi

Naik menyerang Alkitab karena Alkitab mengatakan bahwa bumi memiliki tiang:

“yang menggeserkan bumi dari tempatnya, sehingga tiangnya bergoyang-goyang; ” (Ayub 9:6)

“Bumi hancur dan semua penduduknya; tetapi Akulah yang mengokohkan tiang-tiangnya.” (Zabur 75:3)

Tidak ada masalah dengan penggambaran ini, karena “bumi” dan “tiang” di sini hanyalah istilah Ibrani yang tidak tepat untuk apa yang sekarang kita sebut “lempeng benua” dan “massa dasar di bawah tanah”.25 Jika Tuhan berkata, “… ketika lempeng benua mengalami gempa, Aku yang memegang teguh lapisan bawah tanah “orang Yahudi tidak akan mengerti apa yang difirmankan, jadi Dia menggunakan kosakata mereka. Tuhan memilih untuk menggunakan istilah dan bahasa yang biasa dikenal untuk berkomunikasi. Seperti juga Al-Qur’an yang menggunakan ungkapan yang secara teknis tidak benar tapi tetap diterima, istilah seperti “matahari terbenam” dan “matahari terbit.” Para pengkritik tidak menyadari bahwa ayat ini tidak dimaksudkan untuk menggambarkan bumi, tetapi lebih merupakan bagian penggambaran tentang kedaulatan Tuhan yang menggunakan bahasa yang akrab digunakan manusia untuk berkomunikasi.

Naik mengkritik bagian berikut ini juga:

Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu,

dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur,

untuk mendudukkan dia bersama-sama dengan para bangsawan,

dan membuat dia memiliki kursi kehormatan.

“Sebab TUHAN mempunyai alas bumi;

dan di atasnya Ia menaruh daratan. (1 Samuel 2:8)

Kata “alas” di atas yang digunakan dalam doa Hannah adalah matsuq, kadang-kadang diterjemahkan sebagai “tiang.” Sekali lagi, “alas” adalah gambaran wajar untuk massa bawah tanah di bawah lempeng benua. Kita harus ingat juga bahwa bagian ini hanya mencatat doa manusia yang tidak sempurna (ibunya Samuel, Hannah).

Matahari, Bulan, Bintang, Komet, dan Langit

Naik telah menuduh bahwa Taurat telah salah mengajarkan bahwa bulan memancarkan cahaya:

Maka Tuhan menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga bintang-bintang. Tuhan menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi, dan untuk menguasai siang dan malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap. Tuhan melihat bahwa semuanya itu baik. (Kejadian 1:16-18)

Dalil ini konyol, karena sangat wajar untuk menyebut bulan sebagai “cahaya”—ayat ini sama sekali tidak menyebutnya sebagai “sumber cahaya.” Jika demikian, sekalian saja mengkritik orang-orang masa kini karena menggunakan istilah “cahaya bulan.” Semua Kitab Suci menggunakan istilah fenomenologis (gejala alam) untuk menggambarkan penciptaan—Al-Qur’an juga menyebut bulan sebagai “cahaya” (Qs 71:15-16). Kata “cahaya” dalam bahasa Ibrani (מאור, mâ’ôr ) maknanya mencakup baik cahaya langsung maupun cahaya pantulan (Amsal 15:30). Bahkan, Yehezkiel 32:7-8 dan Matius 24:29 menginsyaratkan bahwa cahaya bulan tergantung pada cahaya utama, matahari.

Penggambaran bulan dalam Al-Qur’an juga bermasalah, karena dikatakan bahwa ada tujuh lapisan langit, dan yang terendah berisi bintang-bintang26 (meskipun sekarang kita tahu bahwa bintang berada di seluruh semesta). Namun menurut Surat Nuh 71:15-16 bulan berada di tengah ketujuh langit tersebut, yang artinya berjarak lebih jauh daripada bintang-bintang terdekat di langit terendah.

Ada juga masalah serupa mengenai penggambaran alam semesta dalam Al-Qur’an, kali ini tentang komet. Surat Al-Saffat mengatakan bahwa:

Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaitan yang sangat durhaka, syaitan syaitan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang. (37:6-10)

Tampaknya ayat ini mengajarkan bahwa komet dirancang untuk mengejar jin-jin yang menguping, kecuali ayat-ayat ini ditafsir ulang atau kata-katanya diubah. Contoh-contoh ini diberikan bukan untuk menjelek-jelekan Al-Qur’an melainkan untuk menunjukkan bahwa kita tidak dapat menolak Kitab Suci karena menggunakan bahasa non-teknis.


 

BAGIAN III

SEJARAH ILMU PENGETAHUAN

Pengkritik seperti Zakir Naik berusaha keras untuk menggambarkan Alkitab sebagai penghambat kemajuan ilmu pengetahuan:

“Jika Anda mengkaji, Gereja pada zaman dahulu menentang ilmu pengetahuan – dan Anda tahu kejadian mereka menghukum mati Galileo. Mereka menghukum mati Galileo – Mengapa? Karena dia mengatakan pernyataan tertentu tentang astronomi, dan sebagainya, yang bertentangan dengan Alkitab – jadi mereka hukum mati.27

Galileo, seorang Katolik yang taat, tidak pernah dihukum mati. Galileo dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 22 Juni 1633 dan kemudian hukumannya diubah menjadi tahanan rumah. Ia meninggal lebih dari delapan tahun kemudian pada malam 8 Januari 1642 karena usia tua. Galileo percaya bahwa teorinya sesuai dengan Alkitab, dan ia menulis sebuah buku soal ini didasarkan pada tafsir Kristen awal-awal seperti Agustinus.

Ketika kita melihat sejarah, kita menemukan bahwa pola pikir yang berdasarkan Alkitab memiliki pengaruh yang luar biasa positif pada ilmu pengetahuan. Waktu demi waktu, ilmuwan-ilmuwan besar terdorong untuk mempelajari alam dengan iman yang mendalam pada Alkitab. Sekarang ini kita tahu bahwa ilmu pengetahuan bukan hanya ‘menemukan fakta’ tapi sangat dibentuk oleh pola pikir seseorang. Masyarakat yang menyembah sungai-sungai dan pohon sebagai dewa-dewi tidak mengembangkan saluran banjir untuk mengendalikan banjir yang berbahaya, atau bendungan untuk memanfaatkan sumber daya. Orang Yunani tidak terlalu maju dalam hal teknologi karena mereka meremehkan dunia materi dan tidak suka bekerja, mereka lebih memilih untuk berfilsafat tentang hal-hal non-materi.

Isaac Newton , pendiri fisika modern, adalah seorang Kristen yang taat yang menganggap teori-teori ilmiah adalah bukti sang Pencipta. Memang, Newton lebih banyak menulis tentang teologi Kristen dari pada ilmu pengetahuan. Pada masa Isaac Newton, banyak filsuf seperti Descartes melihat dunia alam dan dunia roh sebagai dua hal yang sangat terpisah, sementara yang lainnya melihat suatu kekuatan roh yang memenuhi alam semesta dalam arti yang agak panteistik. Newton, bagaimanapun juga, membangun hukum-hukum fisika pada pola pikir kekeristenan dan menemukan jalan tengah antara alam semesta yang murni mekanis dan alam semesta panteistik. Newton sepenuh hati percaya kepada ajaran Perjanjian Baru, mematuhinya, dan menafsirkannya secara harfiah, percaya pada Isa Al-Masih sebagai Anak Tuhan dan Tuhan.

Robert Boyle (1627-1691) adalah seorang Kristen yang sangat agamis yang adalah pendiri kimia modern dan penemu Hukum Boyle-bahwa tekanan gas berbanding terbalik dengan volume yang mengisinya. Dia banyak menulis tentang teologi.

Nicolaus Copernicus (1473–1543) mengembangkan dan mempopulerkan alam semesta model heliosentris (‘berpusat pada matahari’). Meskipun teori heliosentris sebelumnya telah diusulkan oleh filsuf Yunani, India dan Muslim, penjelasan ilmiah Copernicus menjadi tonggak dalam pengembangan ilmu pengetahuan modern. Copernicus adalah seorang pendeta Katolik, dan pertama kali berbagi teori-teorinya dengan Paus Clement VII dan beberapa kardinal Katolik. Mereka bersemangat dan mendukungnya. Copernicus meninggal karena stroke pada usia 70 dan dimakamkan di Katedral Frombork.

Johannes Kepler (1571-1630) adalah seorang tokoh kunci dalam revolusi ilmiah abad ke-17 dan menulis argumen-argumen pertama yang diterbitkan mengenai pembelaan konsep heliosentris (Mysterium cosmographicum, Misteri Kosmografik). Dengan kata lain, Kepler memperkenalkan kembali konsep Yunani kuno heliosentrisme ke Eropa. Naskah pertama dari argumen ini berisi sebuah bab yang banyak berisi ayat-ayat Alkitab yang menunjukkan bagaimana heliosentrisme adalah apa yang diajarkan Alkitab. Kepler adalah seorang Protestan yang sangat agamis yang awalnya berencana untuk menjadi pendeta setelah lulus. Catatan ilmiahnya dipenuhi dengan doa, pujian, dan renungan teologis.

Galileo Galilei (1564-1642), seorang Katolik yang taat sepanjang hidupnya, mempopulerkan heliosentrisme dan memajukan teknologi teleskop. Banyak orang salah kira bahwa Galileo dipenjarakan oleh Gereja Katolik karena menentang gagasan bumi datar, namun sebenarnya karena kontroversi pergerakan bumi. Sudah rahasia umum di Eropa selama dua ribu tahun terakhir bahwa bumi itu bulat, kaum Katolik tidak mengajarkan bumi datar. Kepausan Katolik mempertahankan geosentrisme karena ayat-ayat yang mengatakan bahwa matahari “terbenam” dan “terbit” – seperti tertulis juga dalam Al-Qur’an di Al-Kahfi 18:17. Selanjutnya, Galileo tidak membantah bahwa Alkitab salah, bahkan ia menulis sebuah buku berisi alasan bahwa heliosentrisme tidak bertentangan dengan Alkitab, dengan menggunakan penafsiran bapa gereja awal seperti Agustinus. Adalah bodoh untuk menyalahkan Alkitab akan perselisihan ini, karena Gereja Katolik sangat bergantung pada tradisi mereka sendiri (semacam hadis) daripada firman Tuhan dalam Alkitab.28 Kepler, pendukung utama heliosentrisme lainnya, adalah seorang Lutheran yang sungguh dan mempertahanan heliosentrisme dengan argumen-argumen dari Alkitab.

Sejarah Islam memiliki masalah yang sama dengan para pemuka agamanya. Abad kedua belas ilmuwan Arab Ibn al-Haitham menegaskan bahwa bumi itu bulat, bukan datar, sehingga ulama mengatakan bahwa karyanya bertentangan Al-Qur’an. Dia dicap sesat, karya astronominya dibakar dan ia dilupakan selama berabad-abad karena penggambaran tentang bumi yang bulat dianggap sebagai lambang ateisme yang fasik.29

Seorang ahli botani dari Swedia Carl Linnaeus (1707-1778) adalah bapak taksonomi modern dan juga dianggap sebagai bapa ekologi modern. Rousseau berkata tentang dia, “Saya rasa tidak ada orang yang lebih besar di bumi (daripadanya),” dan dia secara luas terkenal di seluruh Eropa sebagai salah satu ilmuwan paling ternama pada masa itu. Linnaeus adalah seorang Kristen yang taat yang moto pribadinya adalah “Hiduplah dengan benar – Tuhan selalu ada.” Dia melihat botani dan zoologi sebagai pencarian yang memuliakan Sang Pencipta.

Demikian juga, sebagian besar ilmuwan alam di Eropa pada masa itu adalah pendeta yang belajar tentang alam sebagai hobi. Ilmuwan botani yang terkenal John Ray (1627-1705) membuat definisi biologi modern pertama dari istilah spesies berdasarkan pemahamannya tentang kisah penciptaan dalam kitab Kejadian.

Teori penciptaan Big Bang dikemukakan oleh seorang pastur Belgia, Georges Lemaitre (1894-1960) yang menulis “penciptaan pasti dimulai dengan cahaya” (seperti dalam catatan Alkitab). Paus Pius XII adalah seorang pendukung besar teori Big Bang bahkan sebelum teori tersebut secara ilmiah diterima secara luas. Blaise Pascal (1623–1662) adalah seorang Kristen yang taat yang mengakhiri karirnya dalam dunia ilmiah dan matematika dengan menulis pembelaan iman Kristen.

Daftarnya masih panjang: Roger Bacon, Faraday, Herschel, JC Adams, van Helmont, Heisenberg, Planck, Huygens. Alkitab tidak menentang ilmu pengetahuan. Sebaliknya, Alkitab memberikan pola pikir yang mendorong penelitian dan percobaan yang telah menghasilkan banyak tokoh terkemuka dalam revolusi ilmiah modern.

 

Siapa yang Menciptakan Ilmu Pengetahuan?

Islam juga memiliki zaman keemasan ilmu pengetahuan yang mendahului dan bersumbangsih bagi Revolusi Ilmiah Eropa. Dari abad kedelapan hingga ketiga belas, kerajaan Islam menjadi suatu jembatan untuk pengetahuan, menyatukan gagasan-gagasan dari India, Yunani, dan Cina dan mengembangkannya. Cendikiawan terkenal seperti Ibnu Sina (Avicenna), Ibnu Rusyd (Averroes), Farabi, Ibn al-Haytham (Al Hazen), Khayyam, al-Kindi, dan al-Razi membuat terobosan baru di dunia optik, kedokteran, kimia, matematika, dan astronomi, membuka jalan bagi Renaisans Eropa. Cendekiawan Muslim, Yahudi dan Kristen bekerja sama dalam menerjemahkan semua pengetahuan dunia ke dalam bahasa Arab dan Persia, menyebabkan Baghdad, Córdoba dan Kairo menjadi jembatan intelektual global. Para cendekiawan menggali karya-karya Aristoteles, Euclid, Plato, dan para filsuf India dan Cina. Renaisans Eropa sebagian besar dibangun atas dasar cendikiawan Arab seperti Ibnu Sina dan Averroes serta teks Yunani kuno yang didapatkan kembali melalui dunia Islam.

Sama seperti beberapa fundamentalis Hindu yang mengklaim segala ilmu berasal dari India, demikian juga beberapa pendakwah Muslim telah mencoba untuk menggambarkan segala sesuatu yang penting dalam ilmu pengetahuan berasal dari Islam. Pada kenyataannya, zaman keemasan Islam adalah salah satu mata rantai penting dalam proses penemuan ilmiah yang bertahap termasuk Yunani kuno, Mesir, India, Cina, Roma, Eropa, dan dunia modern. Adalah kebodohan untuk mencoba untuk “mengklaim” ilmu pengetahuan hanya milik satu agama saja. Dr Abdus Salam, Muslim pertama pemenang Nobel dalam ilmu pengetahuan, menulis:

“Hanya ada satu ilmu pengetahuan yang universal; masalah dan pengandaian dalam ilmu pengetahuan bersifat mendunia dan tidak ada yang namanya ilmu pengetahuan Islam seperti tidak ada yang namanya ilmu pengetahuan Hindu, atau ilmu pengetahuan Yahudi, tidak ada ilmu pengetahuan Konghucu, atau ilmu pengetahuan Kristen.”

Pendakwah di televisi seperti Zakir Naik telah mengklaim semuanya dari Islam, mulai dari penemuan peta dunia sampai sabun, dari kopi sampai angka nol. Perihal angka nol adalah studi kasus yang baik. Karena memang orang-orang Arablah memperkenalkan konsep nol ke Eropa, sistem penomoran modern yang dikenal di Eropa sebagai “penomoran Arab”. Namun, orang Arab sendiri medapat konsep tersebut dari India. Catatan sistem bilangan Hindu-Arab yang pertama dicetak bukanlah karya asli sama sekali, melainkan terjemahan dari buku India Brahmasphutasiddhanta , yang ditulis pada tahun 628. Al-Khwarizmi dan Al-Kindi pada dasarnya hanyalah mempopulerkan metode India.

Demikian pula, walaupun kata “aljabar” berasal dari kata bahasa Arab (al-jabr , الجبر), asal-usulnya dapat ditelusuri ke Babilonia. Trigonometri kuno tidak ditemukan oleh Omar Khayyam seperti diklaim oleh beberapa orang, melainkan itu adalah cabang matematika yang telah ada dari 4000 tahun yang lalu. Algoritma pertama kali digunakan oleh Babilonia kuno, Euclid dan Eratosthenes dan kemudian dikembangkan oleh al-Kindi.

Pendakwah di telivisi Zakir Naik telah mengklaim bahwa “… orang-orang pertama yang menggambar peta dunia adalah umat Islam …” Rupanya, Naik belum mendengar tentang Ptolemy, seorang cendikiawan Yunani yang membuat peta dunia yang pertama yang diketahui lima ratus tahun sebelum Islam. Naik pastinya mengacu pada peta Piri Reis tahun 1513, yang merupakan satu langkah kecil dalam perkembangan bertahap dari peta dunia Ptolemy untuk kartografi (ilmu pembuatan peta) modern.

Telah dikatakan bahwa Jabir bin Hayyan “menciptakan” penyulingan pada tahun 800. Sebenarnya, Aristoteles telah menyebutkan proses tersebut dan Pliny yang Tua (meninggal pada tahun 79) mencatat tentang alat penyulingan pada tahap awal. Selanjutnya pada abad ke-3 Masehi Maria, seorang wanita Yahudi, sebagaimana ia dikenal, rupanya mengembangkan cikal bakal penyulingan alkohol modern. Dan Mesir yang menggunakan penyulingan pada abad ke-3 untuk menghasilkan alkohol. Yang Jabir lakukan adalah menciptakan sebuah penyulingan alembik – bukan menemukan proses penyulingan. Bumi yang bulat tidak ditemukan oleh para cendikiawan Arab, melainkan oleh orang Yunani kuno. Aristoteles memberikan bukti bagi teori ini di abad ke-4 SM. Dalam menghitung ukuran bumi, Eratosthenes berhasil mendapatkan ukurannya hanya dengan perbedaan 800km dari angka sebenarnya di tahun 250 SM. Adalah mitos bahwa orang percaya bumi datar sebelum masa penjelajahan, pada abad pertama Pliny menyatakan bahwa hampir semua orang setuju bahwa bumi itu bulat.30

Bubuk mesiu – Sebuah musium ilmu pengetahuan Muslim yang berpindah-pindah di Inggris menyatakan bahwa:

Meskipun bangsa Cina yang menemukan mineral mesiu, dan menggunakannya dalam kembang api mereka, namun atas usaha orang-orang Arablah sehingga mesiu bisa dimurnikan dengan potasium nitrat untuk kegunaan militer.31

Yang aneh dari pernyataan di atas adalah mineral mesiu ya potasium nitrat! Mungkin orang-orang Arab menghasilkan mineral yang lebih murni. Mesiu dikembangkan di Cina sekitar abad ke-7 dan dibawa ke barat antara lewat Jalan Sutra atau lewat bangsa Mongol. Yang pasti, orang Cina menggunakan roket militer di abad ke-11 – jauh sebelum penggunaan lainnya terekam oleh sejarah. Pujian dalam hal penerbangan diberikan kepada Abbas ibnu Firnas karena telah membuat pesawat peluncur yang cukup berhasil pada tahun 875. Namun, ada catatan Cina mengenai pesawat peluncur berawak jauh di tahun 500 SM dan parasut yang berfungsi dua puluh satu abad yang lalu. Namun, Wright Bersaudara lah yang harus menerima pujian untuk pesawat pertama yang berfungsi di abad terakhir.

Karpet, cek, dan kincir angin juga telah ada sebelum Islam dan berasal dari Persia dan Asia Tengah. Telah diklaim bahwa taman-taman cantik diciptakan oleh orang Arab, namun itu sepenuhnya mengabaikan Taman Gantung Babilon kuno dan taman-taman Yunani dan Romawi kuno. Kopi diperkenalkan oleh Abbassids tapi pertama diekspor dari Ethiopia, di mana orang-orang suku menggunakannya untuk dikunyah supaya membantu mereka tetap waspada dalam perberburuan.

Sebagai kesimpulan, kita harus menekankan kembali bahwa Zaman Keemasan Islam memainkan peran berharga dalam kemajuan umat manusia, tetapi selain memberikan sumbangan, juga bergantung pada peradaban besar lainnya pada waktu itu.

 

Mengapa Zaman Keemasan Berakhir?

Jika kita melihat sejarah Islam, ada banyak yang bisa dibanggakan, warisan besar kesusastraan, pengetahuan dan prestasi. Namun pencapaian tersebut (dalam beberapa abad pertama sejarah Islam) terutama dikarenakan adanya keterbukaan pikiran dan kerjasama dengan peradaban lain seperti peradaban Yunani dan India. Ini adalah masa di mana cendikiawan Muslim memelajari dan memasukkan karya-karya besar peradaban lain, berhubungan dengan cendikiawan non-Muslim dan menggabungkan filosofi mereka. Para cendikiawan terbesar dalam sejarah Islam seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd sangat tertarik dengan tradisi peradaban lain, dan alhasil dikutuk sebagai bidah oleh alim ulama.32 Karya Al-Haitham dibakar oleh para ulama karena perbedaan pandangan astronomi,33 dan Ibnu Rusyd diasingkan karena pandangan filosofisnya yang tidak sesuai dengan tradisi Islam. [‘Kebetulan’, para penafsir ternama Al-Qur’an semasa zaman keemasan Islam seperti Tabari, Qurtubi, Razi, Ibnu Taimiyah dan Qutb, sangat menghormati kitab Kristen dan Yahudi, menyatakan bahwa ajaran Al-Quran benar menegaskan keabsahan Injil dan Taurat sebagai kitab yang tidak berubah, dan bahwa Isa Al-Masih mungkin telah disalibkan dan dibangkitkan sebagaimana diajarkan Injil.]

Menentang “Jahiliah”

Al-Ghazali menulis kritik pedas bagi para cendikiawan terbesar pada masa itu karena ketertarikan mereka dengan cendikiawan Yunani yang “tidak Islami”, bukannya dengan Al-Qur’an. Akhirnya pendapat Al-Ghazali menang dan alim ulama pun melarang semua pembelajaran di luar Islam dan mengecapnya sebagai kebodohan “Jahiliah” dan godaan. Para ulama pun dituntut hanya mempelajari pelajaran yang “murni” Islam saja. Imam Al-Ghazali menyatakan matematika dan kedokteran sebagai Fard-E-Kefaya ;34 dengan tegas menempatkan ilmu-ilmu tersebut sebagai sampingan untuk agama- Ilm .35 Kita masih melihat pola pikir Ghazali berlanjut hingga hari ini dalam bentuk Bucailleisme fundamentalis seperti Zakir Naik yang terobsesi dengan mencari ilmu pengetahuan hanya di Al-Qur’an saja dan sejarah Islam, sambil menolak pemeluk iman lain. Ini adalah sebuah ironi besar karena meskipun mereka sangat membanggakan Zaman Keemasan Islam, justru pola pikir mereka lah yang merampas keterbukaan pikiran dari Zaman Keemasan dan menyebabkan penurunan. Sebuah contoh penolakan terhadap gagasan-gagasan dan pembelajaran di luar Islam dapat dilihat dari tanggapan abad pertengahan Islam terhadap percetakan.

Penolakan terhadap Percetakan

Mesin cetak tidak ditemukan di Eropa tetapi di Cina, meskipun Cina tidak memanfaatkannya secara maksimal. Ketika Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak yang bisa dipindahkan dengan kualitas yang bagus dan mencetak buku pertamanya (Alkitab), ia memulai sebuah revolusi global dalam keaksaraan, pendidikan dan penyebaran informasi. Gutenberg menggambarkan niatnya dengan jelas:

“Kebenaran agama adalah seperti tawanan dalam naskah kecil berjumlah sedikit yang hanya menyimpan harta semua orang, bukannya menyebarkannya. Mari kita membuka segel yang mengikat hal-hal suci. Marilah kita memberi sayap kepada kebenaran sehingga ia dapat terbang dengan Firman Tuhan yang tidak lagi disiapkan dengan pengorbanan besar, tetapi dalam jumlah besar yang tiada henti-hentinya dengan sebuah mesin yang tidak pernah lelah untuk setiap jiwa yang hidup.”

“Ini adalah pers, tentu saja, tapi pers yang darinya akan mengalir dari sungai yang tak habis-habisnya … Melalui itu, Tuhan akan menyebarkan Firman-Nya. Sebuah mata air kebenaran akan mengalir dari situ: Seperti bintang baru yang akan menghancurkan kegelapan dalam kebodohan, dan menyebabkan cahaya hingga ke tempat-tempat yang tidak dikenal untuk bersinar di antara manusia.”

Perkiraan Gutenberg menjadi kenyataan, dengan masyarakat umum mendapatkan kitab suci dalam bahasa ibu mereka, ada kebangkitan rohani disertai dengan kesalehan, kejujuran dan kerja keras di seluruh Eropa yang menjadi dasar untuk ledakan ekonomi di Eropa Utara pada abad ke 18. Menurut bapak agnostik sosiologi modern, Max Weber, kebangkitan Protestan dengan ajaran Alkitabiah lah penyebab utama Revolusi Industri di Eropa Utara.

Segera setelah penemuan mesin cetak modern Gutenberg, Sultan Bayezid II melarangnya dari Kekaisaran Ottoman di tahun 1485, dan tidak ada percetakan didirikan di dunia Arab selama tiga ratus lima puluh tahun. Selama waktu itu, satu-satunya mesin cetak di Timur Tengah adalah yang dijalankan oleh orang-orang Kristen dan Yahudi. Larangan ini terbukti bencana bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia Arab.

Kitab Alam dan Kitab Pewahyuan

Kristen dan Muslim melihat dua sumber utama pengetahuan, Kitab Alam (alam sekitar kita) dan Kitab Pewahyuan (Tulisan Ilahi). Seringkali orang membedakan antara dua ‘kitab’ tersebut, yaitu tulisan ilahi mengatur ritual agama dan teologi, sementara alam memandu pemahaman kita tentang ilmu pengetahuan alam dan teknologi, dengan Kitab Pewahyuan sebagai sumber peraturan utama. Jadi bagaimana agama mempengaruhi kemajuan ilmiah? Pendekatan kita dalam mempelajari Kitab Pewahyuan menentukan cara kita mendekati dan mempelajari Kitab Alam. Bagaimana kita mempelajari Kitab Pewahyuan menentukan bagaimana kita mempelajari alam. Hal ini secara dramatis ditunjukkan dalam sejarah, di mana perbedaan utama antara Islam dan Kristen adalah bagaimana mereka telah menggunakan kitab suci. Dalam Islam, kitab suci digunakan untuk menghafal dan pengajian dalam bahasa Arab, utamanya bukan untuk dibaca dan ditafsirkan secara pribadi seperti buku pada umumnya. Ijtihad, atau penafsiran pribadi, tidak diperbolehkan berkenaan dengan hal-hal teologis utama dan penafsiran kitab suci hanya dilakukan oleh wewenang ulama. Bahkan, penurunan Zaman Keemasan bertepatan dengan “penutupan gerbang ijtihad” di abad ke-12, ketika dikatakan bahwa tidak dibutuhkan lagi penafsiran pribadi. Jadi setiap aspek agama disuapkan kepada masyarakat umum, dan mereka hanya berkewajiban untuk menghafal dan melafalkan Al-Qur’an, jangan menantang wewenang ulama. Tidak ada jalur langsung ke kitab suci bagi orang biasa. Sikap “percaya saja” terbawa juga dalam mempelajari alam, dan, untuk sebagian besar, akademisi menjadi tidak lebih dari menghafal mati pengetahuan kuno.

Di Eropa, ada situasi yang sangat mirip sebelum Reformasi. Para pastur mengatur doktrin dengan ketat dan sangat sedikit orang yang menafsirkan tulisan suci bagi diri mereka sendiri, umumnya hanya mematuhi para pastur dan membaca kitab suci dalam bahasa asing. Dengan mesin cetak, masyarakat umum memiliki kitab suci dalam bahasa ibu mereka, dan di seluruh Eropa keluarga-keluarga pada umumnya membaca Alkitab dengan suara keras setiap malam. Agama kembali ke pola awal Gereja Kristen dan diyakini bahwa pemahaman dan penafsiran pribadi akan kitab suci adalah tugas suci bagi setiap orang—doktrin yang dikenal sebagai “setiap orang percaya adalah imam.” Sikap meragukan ulama dan percaya hanya kepada Alkitab terbawa ke ranah ilmiah, di mana para Protestan seperti Newton, Kepler dan Boyle mulai meragukan tokoh-tokoh lama seperti Aristoteles dan menafsirkan alam secara langsung bagi diri mereka sendiri. Keraguan akan ulama menyebabkan juga keraguan terhadap tokoh ilmuwan, yang menyebabkan Revolusi Ilmiah.

    1. Zakir Naik, The Qur’an and Modern Science: Compatible or Incompatible? (Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Modern: Cocok atau Tidak?) Islamic Research Foundation (Yayasan Penelitian Islam), www.irf.net, h.9,10.
    2. dalam Islam awr “Aqliyyat, ed, Muhammad Mustafa Bijnauri, Lahore: Idarah Islamyat, 1994, 403-421.
    3. Strange Bedfellows: Western Scholars Play Key Role in Touting `Science’ of the Quran (Hal Aneh: Cendekiawan Barat Mainkan Peran Kunci dalam Menggembar-gemborkan ‘Ilmu Pengetahuan’ dalam Quran), Wall Street Journal, 23 Jan 2002. hal. A.1.
    4. When Science Teaching Becomes A Subversive Activity (Saat Pengajaran Ilmu Pengetahuan Menjadi Sebuah Kegiatan Radikal) oleh Pervez Hoodbhoy
    5. “Quran-science”: Scientific miracles from the 7th century? (“Quran-Ilmiah”: Kejaiban ilmiah dari abada ke-7?) oleh Taner Edis, diambil dari http://www2.truman.edu/~edis/writings/articles/quran-science.html
    6. Abu Ammar Yasir Qadhi, An Introduction to the Sciences of the Quran (Sebuah Pengantar Ilmu Pengetahuan dalam Quran) Catatan Kaki, hal.282.
    7. Strange Bedfellows: Western Scholars Play Key Role in Touting `Science’ of the Quran (Hal Aneh: Cendekiawan Barat Mainkan Peran Kunci dalam Menggembar-gemborkan ‘Ilmu Pengetahuan’ dalam Quran), Wall Street Journal, 23 Jan 2002.
    8. Strange Bedfellows: Western Scholars Play Key Role in Touting `Science’ of the Quran (Hal Aneh: Cendekiawan Barat Mainkan Peran Kunci dalam Menggembar-gemborkan ‘Ilmu Pengetahuan’ dalam Quran), Wall Street Journal, 23 Jan 2002.
    9. Zakir Naik, The Qur’an and Modern Science: Compatible or Incompatible? (Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Modern: Cocok atau Tidak?) Islamic Research Foundation (Yayasan Penelitian Islam), www.irf.net, h.9,10.
    10. HR. Bukhari, 6/303 dan Muslim 2643;
    11. Bucaille, The Bible, the Qur’an and Science (Bucaille, Alkitab, Al-Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan), h.245.
    12. Strange Bedfellows: Western Scholars Play Key Role in Touting `Science’ of the Quran (Hal Aneh: Cendekiawan Barat Mainkan Peran Kunci dalam Menggembar-gemborkan ‘Ilmu Pengetahuan’ dalam Quran), Wall Street Journal, 23 Jan 2002.
    13. Zakir Naik, The Qur’an and Modern Science: Compatible or Incompatible? (Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Modern: Cocok atau Tidak?) Islamic Research Foundation (Yayasan Penelitian Islam), www.irf.net, h.41.
    14. Contohnya, “tahun” (Keluaran 13:10); “masa” (Kejadian 29:14).
    15. Mazmur ini sebenarnya dikaitkan dengan Musa, nabi yang dengan ilham ilahi mencatat kisah penciptaan Taurat.
    16. Untuk pembahasan lebih lanjut tentang hal ini, lihat Hugh Ross, Creator and the Cosmos (Pencipta dan Alam Semesta), (Navpress, 2001). Hugh Ross, yang menyokong pandangan Hari-Masa, memiliki gelar PhD dalam Astronomi dari University of Toronto, adalah seorang peneliti paska doktoral di Caltech, dan adalah orang termuda yang pernah menjabat sebagai pemimpin pengamatan untuk Vancouver’s Royal Astronomical Society.
    17. Selain itu, hari ketiga jelas lebih lama, karena pada hari itu Tuhan menciptakan tidak hanya tetumbuhan tetapi juga hingga tetumbuhan itu cukup dewasa untuk berbiji. Hari keenam juga melibatkan serangkaian peristiwa yang tidak mungkin diselesaikan dalam waktu 24 jam.
    18. Hugh Ross menulis, “Sebelum Konsili Nicea, para bapa gereja mula-mula menulis penafsiran dalam dua ribu halaman tentang hari penciptaan dalam kitab Kejadian, namun tidak saling meremehkan sudut pandang masing-masing tentang skala waktu penciptaan. Semua cendikiawan awal menerima bahwa yom bisa berarti “jangka waktu yang lama.” Kebanyakan cendikiawan secara jelas mengajarkan bahwa hari-hari penciptaan dalam kitab Kejadian adalah jangka waktu yang panjang (seperti seribu tahun per yom ). Tidak satu Bapa Ante-Nicene (sebelum Nicea) dengan jelas mendukung penafsiran 24 jam. Ambrose, orang yang paling cendrung percaya pada penafsiran 24 jam, sepertinya masih belum yakin tentang hal ini.” ( Kejadian Debat, ed David Hagopian (Crux Press: Mission Viejo, 2001), hlm 125,126.
    19. Sahih Muslim, No. 4997
    20. The History of al-Tabari (Sejarah At-Thabari) , Volume 1- General Introduction and from the Creation to the Flood (Pengenalan Umum dan dari Penciptaan sampai Banjir) (terj. Franz Rosenthal, State University of New York Press, Albany 1989), hlm. 187-193:
    21. Jika pembaca merasa sulit untuk membenarkan penafsiran berdasarkan penyesuaian “sudut pandang”, perlu diingat bahwa hal yang sama dibutuhkan juga bagi Al-Qur’an. Dalam Surat Al-Kahfi 18:86, tertulis bahwa Dzul Qarnain “telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam.” Hal ini tampaknya sejalan dengan legenda pra-Islam yang menyatakan bahwa matahari terbenam di laut berlumpur di cakrawala bumi yang datar. Namun kita harus mempertimbangkan ayat ini untuk dilihat dari sudut pandang Dzul-Qarnain supaya menjadi masuk akal. Dengan cara yang sama, kita tidak dapat menafsirkan semua tulisan suci dari sudut pandang khayalan dari orang ketiga yang mengambang di “alam semesta”.
    22. Sahih Muslim 4/2149 no. 2789
    23. (John Warwick Montgomery, ed. Evidence For Faith (Bukti Untuk Iman) [World Publishing, 1986], hlm.108-109)
    24. Dalam Who moved the Stone? (Siapa yang Memindahkan Batunya?) oleh Shaikh Ahmed Deedat.
    25. Kata yang diterjemahkan “tiang” di sini (עמוד ‛ammûd ) juga berarti ‘berdiri ‘atau ‘landasan’-penjelasan yang baik untuk massa bawah tanah di bawah lempeng benua. Dalam ayat-ayat, kita harus memahami “bumi” bukan sebagai “dunia” tetapi sebagai daratan seperti di lempeng benua. Kata Ibrani “תּבל têbêl ” dan “ארץ ‘erets ” diterjemahkan sebagai “bumi” yang bisa hanya berarti “tanah” seperti dalam suatu negara tertentu, dan dalam beberapa konteks tidak dapat berarti seluruh “bumi” (Kejadian 38:9).
    26. Surat Fussilat 41:12
Question on the Theory of Evolution Pertanyaan tentang Teori Evolusi (http://www.youtube.com/watch?v=OYmjLrzKNl8&feature=related)
    1. Kebetulan, banyak sejarawan mengatakan perselisihan antara Gereja Katolik dan Galileo utamanya bukan karena heliosentrisme tapi lebih karena sifat kasar Galileo yang membuatnya musuh bagi hampir semua orang di sekitarnya.
    2. De Boer, T. J. The History of Philosophy in Islam (Sejarah Filosofi dalam Islam) . London 1933.
    3. Kebanyakan klaim ini dapat ditemukan dalam sebuah artikel dari surat kabar Independent (http://www.independent.co.uk/news/science/how-islamic-inventors-changed-the-world-469452.html)
    4. Paul Vallely, “How Islamic inventors changed the world” (Bagaimana Penemu Islam Telah Mengubah Dunia), dalam The Independent, 11 March 2006.
    5. Iqbal Latif, “Why the clergy has made our heroes our heretics?” (Mengapa para ulama telah mengecap sesat pahlawan kita?) dalam Global Politician, 26 Nov 2006.
    6. History of Philosophy in Islam (Sejarah Filosofi dalam Islam), oleh T.J. de Boer (1904), h153.
yaitu bukan sesuatu yang wajib bagi semua orang tetapi kewajiban sekelompok orang saja dalam masyarakat yang perlu mempelajarinya.

 

  • Iqbal Latif, “Why the clergy has made our heroes our heretics?” (Mengapa para ulama telah mengecap sesat pahlawan kita?) dalam Global Politician, 26 Nov 2006.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Isian wajib ditandai *