Darah untuk pembasmi kuman?

Imamat 14:49-53—”Tidaklah ilmiah untuk menggunakan darah sebagai pembasmi kuman.”

Kalau begitu kita juga perlu mempertanyakan logika ilmiah di balik hal-hal berikut:

Nabi bersabda, “Apabila seekor lalat hinggap di tempat minum salah seorang dari kalian, hendaknya ia mencelupkan ke dalam minuman tersebut, kemudian membuangnya, karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat penawarnya.” (Sahih Bukhari no. 5336)

Sekelompok orang dari suku ‘Ukl datang menemui Rasulullah SAW dan masuk Islam. Mereka menderita sakit perut karena iklim kota Madinah tidak cocok bagi mereka. Rasulullah SAW kemudian memerintahkan kepada mereka untuk mendatangi beberapa unta sedekah agar mereka meminum air kencing dan susu unta-unta tersebut. (Sahih Al-Bukhari no. 226)

“Dalam habbatus sauda’ (jintan hitam) terdapat obat dari segala penyakit kecuali kematian.” (Sahih Al-Bukhari no. 5256)

Pengkritik benar-benar mengabaikan fakta bahwa Imamat 14:49-53 adalah ritual pembersihan yang dilakukan hanya setelah rumah telah dinyatakan bersih. Ayat sebelumnya (ayat 48) menjelaskan bagaimana jika penyakit tidak menyebar setelah rumah itu dilepa, penyakit itu dianggap hilang – secara ilmiah ini masuk akal. Beberapa ayat berikutnya menggambarkan ritual “pendamaian” (ayat 52) atau pemurnian yang dimaksudkan untuk mengingatkan Israel akan kebenaran rohani yang lebih dalam bahwa kematian pada akhirnya hanya bisa dihindari dengan kurban. Seluruh hukum ritual Imamat dimaksudkan untuk menghubungkan urusan sehari-hari dengan kebenaran pusat bahwa darah harus ditumpahkan untuk menebus dosa dan mencegah kematian. Kita menemukan konsep yang sama di ‘aqiqa , di mana kambing dikurbankan sambil berdoa,

اَللَّهُمَّ هَذِهَ اْقِيِقِةِ اْبِنْى(فُلاَنٍ ) دَمُهَا بِدَمِ ه وَاَحْمُهَا بِلَحْمِ ه وَعِظَمُهَا بِغِظَمِه وَجِلْدُهَا بِجِلْدِ ه وَ ثَعْرُهَا بِثَعْرِه اَالَّهُمَّ اجْعَلْهَا فِدَاًء لاِبْنِىْ مِنَ النَّارِ بسْمِ اللَّهِ اللَّهُ ا كْبَرُ

Ya Tuhan! Ini ‘aqiqa adalah untuk anakku ____. Darah korban adalah tebusan untuk darah anakku; dagingnya adalah tebusan bagi daging anakku; rambutnya adalah tebusan untuk rambut anakku, dan tulang-tulangnya adalah tebusan bagi tulang-tulang anakku. Ya Tuhan, terimalah.1

Seseorang bisa saja mengkritik bagaimana mungkin pengorbanan ‘aqiqa memiliki manfaat ilmiah untuk seorang anak. Ritual ini harus dijelaskan dalam konteks simbol keagamaan. Demikian juga ritual pemurnian yang dijelaskan dalam Imamat harus dijelaskan dalam konteks simbol keagamaan.

  1. Maulana Fazlul Karim, Shariat Shiksha (Islam Mission Library, Dacca 1959) hal.154.

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Isian wajib ditandai *